Pengertian Sistem Bagi Hasil, Metode dan Cara Menghitungnya
|Dalam dunia bisnis, sistem bagi hasil atau profit sharing merupakan salah satu skema kerjasama yang cukup populer. Melalui sistem ini, dua atau lebih pihak yang terlibat dalam suatu kegiatan usaha akan berbagi keuntungan sesuai dengan kesepakatan yang telah ditentukan sebelumnya.
Dalam artikel ini, kita akan membahas lebih dalam mengenai Pengertian Sistem Bagi Hasil, bagaimana metode dan prinsipnya, serta cara menghitung bagi hasil yang adil bagi kedua belah pihak. Informasi ini diharapkan dapat memperluas wawasan Anda tentang sistem kerjasama yang menguntungkan dalam menjalankan usaha.
Apa itu Sistem Bagi Hasil ?
Sistem bagi hasil atau profit sharing pada dasarnya adalah skema kerjasama antara dua atau lebih pihak, di mana salah satu pihak menyediakan modal atau sumber daya, sementara pihak lain mengelola dan menjalankan kegiatan usaha. Hasil atau keuntungan yang didapat dari usaha tersebut kemudian akan dibagi sesuai dengan proporsi yang telah disepakati.
Berbeda dengan sistem pinjaman konvensional yang menetapkan bunga tetap, sistem bagi hasil memungkinkan pihak penyedia modal untuk berbagi risiko dan memperoleh imbalan yang proporsional dengan kinerja usaha. Dengan kata lain, semakin besar keuntungan yang diperoleh, maka semakin besar pula imbalan yang akan diterima oleh penyedia modal.
Adanya unsur keadilan, kesetaraan, dan kepercayaan adalah prinsip utama dalam sistem bagi hasil ini. Masing-masing pihak harus memiliki hak dan kewajiban yang seimbang serta berkontribusi sesuai dengan peran dan kemampuannya masing-masing.
Selain itu, sistem bagi hasil juga mengedepankan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Semua informasi terkait kinerja usaha, pendapatan, serta pembagian hasil harus disampaikan secara terbuka kepada seluruh pihak yang terlibat.
Dengan demikian, sistem bagi hasil dapat dipandang sebagai skema kerjasama yang lebih adil dan saling menguntungkan bagi semua pihak, dibandingkan dengan sistem pinjaman konvensional yang cenderung menguntungkan satu pihak saja.
Metode Penerapan Sistem Bagi Hasil
Dalam praktiknya, terdapat beberapa metode yang dapat diterapkan dalam sistem bagi hasil, di antaranya:
1. Profit Sharing
Profit sharing atau pembagian keuntungan merupakan metode yang paling umum diterapkan dalam sistem bagi hasil. Pada skema ini, keuntungan bersih (laba) yang diperoleh dari suatu kegiatan usaha akan dibagi antara pemilik modal dan pengelola usaha sesuai dengan proporsi yang disepakati.
Misalnya, sebuah usaha memperoleh laba bersih Rp 100 juta dalam satu periode. Jika disepakati bahwa pemilik modal akan memperoleh 70% dari laba, maka pemilik modal akan mendapatkan Rp 70 juta. Dipihak yang lain, selaku pengelola usaha menerima 30% dari laba, berarti sebesar Rp 30 juta.
Metode profit sharing ini umumnya diterapkan pada kerjasama antara pemilik modal dan pelaku usaha yang memiliki kontribusi cukup seimbang, baik dalam hal permodalan maupun pengelolaan bisnis.
2. Revenue Sharing
Berbeda dengan profit sharing, revenue sharing atau pembagian pendapatan bruto adalah metode di mana pembagian hasil dilakukan berdasarkan total pendapatan atau omzet yang diperoleh, sebelum dikurangi biaya-biaya operasional.
Dengan kata lain, pembagian hasil dilakukan sebelum adanya perhitungan laba atau rugi. Pemilik modal dan pengelola usaha akan memperoleh bagian sesuai proporsi yang disepakati dari total pendapatan yang dihasilkan.
Metode revenue sharing ini umumnya diterapkan pada kerjasama di mana pemilik modal memiliki kontribusi yang lebih dominan dibandingkan pengelola usaha. Pemilik modal dapat memastikan aliran kas yang lebih stabil, meskipun tidak memperoleh bagian dari laba bersih.
3. Net Revenue Sharing
Net revenue sharing merupakan metode bagi hasil yang mengacu pada pendapatan bersih setelah dikurangi biaya-biaya operasional. Berbeda dengan revenue sharing, pembagian hasil pada metode ini dilakukan setelah memperhitungkan seluruh biaya yang dikeluarkan selama proses produksi atau penjualan.
Pada skema net revenue sharing, pemilik modal dan pengelola usaha akan menerima bagian dari laba bersih yang diperoleh, sesuai dengan proporsi yang telah disepakati sebelumnya. Metode ini dinilai lebih adil karena mengakomodasi kontribusi dan risiko yang ditanggung oleh masing-masing pihak.
Ketiga metode di atas dapat diterapkan dalam berbagai jenis kerjasama bisnis yang menggunakan sistem bagi hasil, baik dalam skala usaha mikro, kecil, menengah, maupun besar. Pemilihan metode yang tepat akan sangat bergantung pada struktur permodalan, kontribusi, serta risiko yang ditanggung oleh masing-masing pihak.
Prinsip-Prinsip Dasar Sistem Bagi Hasil
Agar sistem bagi hasil dapat berjalan dengan baik dan memberikan manfaat yang optimal bagi semua pihak, terdapat beberapa prinsip dasar yang perlu diperhatikan, yaitu:
1. Keadilan dan Kesetaraan
Salah satu prinsip utama dalam sistem bagi hasil adalah adanya keadilan dan kesetaraan di antara pihak-pihak yang terlibat. Baik pemilik modal maupun pengelola usaha harus memiliki hak dan kewajiban yang seimbang, serta memperoleh imbalan yang proporsional dengan kontribusi masing-masing. Tidak boleh ada pihak yang dirugikan atau diuntungkan secara sepihak. Semua pihak yang terlibat harus mendapatkan bagian yang adil sesuai dengan kesepakatan awal.
2. Transparansi dan Akuntabilitas
Sistem bagi hasil mensyaratkan adanya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan usaha. Seluruh informasi terkait kinerja, pendapatan, hingga pembagian hasil harus disampaikan secara terbuka kepada semua pihak yang terlibat. Hal ini penting untuk membangun kepercayaan di antara pihak-pihak yang bekerjasama. Selain itu, transparansi juga akan memudahkan proses monitoring dan evaluasi atas kinerja usaha.
3. Pembagian Risiko
Dalam sistem bagi hasil, risiko yang timbul dari kegiatan usaha akan ditanggung bersama oleh pemilik modal dan pengelola usaha. Tidak ada satu pihak pun yang terlepas dari kemungkinan kerugian. Pembagian risiko yang adil akan mendorong masing-masing pihak untuk lebih hati-hati dan bertanggung jawab dalam menjalankan usaha. Mereka akan berusaha semaksimal mungkin untuk meminimalisir potensi kerugian yang dapat terjadi.
4. Kepercayaan
Kepercayaan merupakan modal utama dalam sistem bagi hasil. Kedua belah pihak yang terlibat harus saling percaya satu sama lain, baik dalam hal pengelolaan usaha maupun pembagian hasil. Tanpa adanya kepercayaan yang kuat, sistem bagi hasil tidak akan berjalan dengan baik. Masing-masing pihak harus berupaya membangun komunikasi yang terbuka dan memelihara hubungan yang harmonis selama kerjasama berlangsung.
5. Fleksibilitas
Sistem bagi hasil harus dirancang dengan mempertimbangkan fleksibilitas yang memadai. Proporsi pembagian hasil, mekanisme, serta syarat-syarat kerjasama lainnya perlu disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing pihak. Dengan adanya fleksibilitas, sistem bagi hasil dapat diadaptasi sesuai dengan perkembangan usaha dan perubahan situasi yang terjadi. Hal ini akan membantu mempertahankan keberlangsungan kerjasama dalam jangka panjang.
Dengan menerapkan kelima prinsip dasar di atas, sistem bagi hasil dapat berjalan dengan efektif dan memberikan manfaat yang optimal bagi semua pihak yang terlibat. Keadilan, transparansi, dan kepercayaan menjadi kunci utama dalam membangun kerjasama yang saling menguntungkan.
Cara Menghitung Sistem Bagi Hasil
Setelah memahami pengertian dan prinsip-prinsip dasar sistem bagi hasil, langkah selanjutnya adalah mengetahui bagaimana cara menghitung pembagian hasil yang adil bagi kedua belah pihak. Berikut adalah contoh sederhana perhitungannya:
Misalkan sebuah usaha mikro memproduksi kue kering dengan modal awal Rp 50 juta yang disediakan oleh pemilik modal. Pengelola usaha bertanggung jawab atas proses produksi dan pemasaran, dengan biaya operasional yang dikeluarkan sebesar Rp 30 juta.
Selama satu periode, usaha tersebut berhasil memperoleh pendapatan (omzet) sebesar Rp 100 juta. Maka, laba bersih yang diperoleh adalah:
Pendapatan (omzet) = Rp 100 juta
Biaya Operasional = Rp 30 juta
Laba Bersih = Rp 100 juta – Rp 30 juta = Rp 70 juta
Selanjutnya, berdasarkan kesepakatan awal, pembagian hasil antara pemilik modal dan pengelola usaha adalah 70:30. Maka, perhitungannya adalah:
Bagian Pemilik Modal = 70% x Rp 70 juta = Rp 49 juta
Bagian Pengelola Usaha = 30% x Rp 70 juta = Rp 21 juta
Jadi, pemilik modal akan menerima bagi hasil sebesar Rp 49 juta, sementara pengelola usaha akan memperoleh Rp 21 juta.
Dalam contoh di atas, sistem bagi hasil diterapkan berdasarkan laba bersih (profit sharing) yang diperoleh dari usaha tersebut. Namun, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, metode bagi hasil lainnya, seperti revenue sharing atau net revenue sharing, juga dapat digunakan sesuai dengan kesepakatan dan struktur kerjasama yang diinginkan.
Penting untuk dicatat bahwa proporsi pembagian hasil dapat bervariasi tergantung pada kontribusi masing-masing pihak, baik dalam hal permodalan, pengelolaan usaha, maupun penanggung-an risiko. Penetapan proporsi ini harus dilakukan secara adil dan disepakati bersama oleh semua pihak yang terlibat.
Selain itu, dalam praktiknya, sistem bagi hasil juga dapat dilengkapi dengan skema insentif atau bonus tambahan bagi pengelola usaha apabila target-target tertentu tercapai. Hal ini akan mendorong pengelola untuk bekerja lebih optimal dalam menjalankan usaha.
Sistem bagi hasil atau profit sharing merupakan salah satu skema kerjasama yang cukup populer dalam dunia bisnis. Melalui sistem ini, dua atau lebih pihak yang terlibat dalam suatu kegiatan usaha akan berbagi keuntungan sesuai dengan proporsi yang telah disepakati sebelumnya.
Demikianlah tadi pembahasan seputar Pengertian Sistem Bagi Hasil, metode, prinsip serta bagaimana cara menghitungnya. Dengan menerapkan sistem bagi hasil yang sesuai dengan prinsip-prinsip dasar dan disertai dengan perhitungan yang adil, diharapkan kerjasama bisnis dapat berjalan dengan baik dan memberikan manfaat yang optimal bagi semua pihak. Hal ini pada gilirannya akan mendukung pertumbuhan dan keberlanjutan usaha dalam jangka panjang.